Tampilan motor vespa yang bagai teronggok sia-sia, diselubungi daun dan
sebagainya itu, justru disengaja. Karena itulah disebut sebagai vespa gembel,
hasil modifikasi Para penggemarnya. Adalah sebagian anggota
komunitas vespa yang bernama Maskot, yang tinggal diseputaran Pamulang, Banten.
Begitu lihat vespa yang mereka kendarai, terlihat beda dengan tampilan vespa
pada umumnya.
Komunitas
Maskot biasanya menyebut motor nyentrik mereka itu sebagai aliran vespa
ekstrim. Sementara orang luar mengenalnya sebagai vespa gembel.
Tampilan sengaja dibikin hancur lebur, kayak rongsokan. Hanya mesin yang
performanya dibikin bagus.
Dari
mulai dudukan toilet, angkoran sapi, sampai binatang yang diair keras, bisa
ikut menghiasi. Singkat kata, tak ada batasan. Terserah imajinasi yang punya
vespa. Termasuk modifikasi ukuran panjang vespa.
Ngak
tau kebetulan atau bukan, tampilan vespa yang berkesan urakan tapi dengan mesin
yang siap buat dibawa jalan jauh, seperti mencerminkan kepribadian para
penggemarnya, yang terkesan cuek dan berangasan. Namun didalam hatinya sangat
menjunjung persahabatan.
Rongsok dan rombeng apa bedanya? sebenarnya ga jauh, karena mereka masih satu
saudara serumpun dalam kajian semantiknya (maknanya). Menurut KBBI, rombeng
adalah sobek/rusak karena sudah tua, sementara rongsok adalah bejat atau rusak
sama sekali.
Dua makna kata di atas sedikit
mewakili kondisi puluhan vespa yang hari Sabtu-Minggu lalu (17-18 September)
ikut andil bagian dalam ulang tahun Scroob (Scooter Blitar) ke-13 yang diadakan
di lapangan Nglegok, arah utara dari kota Blitar.Seperti
event di Sidoarjo lalu, event ini super atraktif bagi saya.
Lebih rame, lebih banyak pesertanya, dan lebih variatif vespanya. Sayang saya
datang di hari Minggu pagi, dan bisa mengabadikan beberapa vespa yang
masih setia berdiri di lapangan yang panas berdebu.
Kali ini, saya lebih
tertarik dengan vespa rongsok atau vespa rombeng atau vespa gembel. Tapi,
vespa-vespa ini hanya dekil, tua, dan bagi sebagian orang mungkin tak layak
untuk ditunggangi. Berbeda dengan arti rongsok/rombeng versi KBBI, vespa
rongsok ini masih bisa digunakan, bahkan diajak berlari dan balapan dengan
motor Jepang.
Berikut
gambaran vespa rongsok/rombeng yang bagi saya terasa aneh, nyleneh, dekil, tapi
juga atraktif dan ajaib.
KEBERSAMAAN
di dalam komunitas Vespa tidak perlu disangsikan. Hal ini tak hanya berlaku di
satu klub saja. Namun di manapun mereka berada dan berpapasan dengan club
lainnya, dengan cepatnya mereka dapat berbaur.
Melupakan
perbedaan yang ada satu sama lain yang ada hanyalah persamaan nasib sebagai
pengendara Vespa.
“Secara data, saya belum tahu komunitas
sepeda motor apa yang keberadaanya paling banyak di Indonesia. Tapi di manapun
sepengetahuan saya, komunitas Vespa mudah kita temui. Bicara soal kebersamaan,
boleh dikatakan mereka cukup kuat,” ujar Putu Artawan , penggemar Vespa sejak
era 1990-an.
Namun apa yang menyebabkan ikatan antar mereka begitu kuat? Putu menambahkan, kekuatan tersebut lebih karena homogenitas. Dengan begitu lebih mudah mengekspresikan diri. Tetapi apakah seluruh anggota yang ada betul-betul menggemari scooter Italia tersebut?
Namun apa yang menyebabkan ikatan antar mereka begitu kuat? Putu menambahkan, kekuatan tersebut lebih karena homogenitas. Dengan begitu lebih mudah mengekspresikan diri. Tetapi apakah seluruh anggota yang ada betul-betul menggemari scooter Italia tersebut?
“Kalau
dikatakan kebersamaan cl
ub
Vespa tinggi, memang benar. Namun apakah semua adalah penggemar? Tidak juga,
umumnya mereka lebih memilih bergabung lantaran acara touring. Bukan menyelami
apa sebenarnya sepeda motor ini,” ungkap pengoleksi peralatan rumah tangga
antik itu.
Oleh
sebab itu tidak jarang jika kendaraan asal Pontedra, Italia ini dimodifikasi
dengan menghilangkan ciri khas Vespa. Akibatnya, membuat Vespa sering dianggap
sebelah mata. Padahal motor bermesin samping tersebut diciptakan oleh para
insinyur penerbangan ditahun 1940-an.
“Agar
masyarakat umum tidak lagi memandang sebelah mata terhadap Vespa. Saya berharap
muncul wadah bagi penggemar bukan pengendara Vespa. Dengan begitu filosofi
tinggi scooter ini tetap bisa terjaga bahkan berada diposisi yang paling
tinggi,”
Masalah
keselamatan menjadi hak dan tugas orang lain, bukan milik bersama
Diantara komunitas tersebut memiliki
kebanggaan yang sama terhadap Vespa, akan tetapi beberapa diantaranya memiliki
persepsi berbeda tentang seni. Akibatnya terdapat perbedaan signifikan tentang
pemahaman Vespa Antik, ada yang berorientasi kepada kadar dan kekentalan
primitif dan ada kepada naturalis dan eksotisnya.
Vespa dahulu sering disebut
dengan scooter atau sekuter. Entah apa dasarnya disebut sekuter, mungkin saja
ada kaitannya kendaraan ini dengan dua rodanya yang kecil maka disebut
sekuter. Kendaraan jenis ini sangat digemari di tanah air mulai era 1965 -
1980-an bahkan hingga saat ini walau dalam bentuk yang “lain.”
Banyak ditemukan jenis
sekuter Vespa di Indonesia, misalnya pabrikan Piagio, Lambretta, NSU, Zundap
dan Bajaj. Negara-negara penghasil skoter jenis Vespa ini antara lain adalah
Italia, India, Brazil dan Jerman. Akan tetapi diantara negara
tersebut yang paling terkenal adalah pabrikan Piagio buatan Italia.
Vespa Piagio dalam berbagai
jenis dan varian telah mulai hadir di Italia pertama sekali pada tahun 1884
tepatnya di Genoa, Italia. Pendiri Vespa sendiri adalah Rinaldo Piagio yang
memiliki usaha konstruksi dan karoseri besi dan pengolahan baja. Pabrik Piagio
ini lalu diteruskan oleh anaknya Enrico Piagio yang mulai fokus pada kendaran
simpel. Maka pada tahun 1947 diproduksi Scooter pertama dengan sebutan Vespa
Super Piagio. Setelah itu produksi Vespa Piagio mulai marak tahun 1949
-1950-an.
Di Indonesia sendiri, Vespa
baru dikenal sejak tahun 1960-an yaitu Vespa Congo. Kendaraan ini diberikan
oleh pemerintah Indonesia kepada pasukan TNI (Garuda) yang pulang dari misis
PBB di Congo, Afrika.
Vespa ini bentuknya kecil
dan kurang pas sebetulnya untuk ukuran prajurit TNI yang menuntut penampilan
yang macho dan elegan. Maka banyak diantara Vespa Congo itu diberikan kepada
keluarga mereka. Lantas beberapa keluarga itu kemudian menjual kembali ke
pihak lainnya sehingga rata-rata kepemilikan Vespa Congo itu lebih banyak
dimiliki pihak sipil ketimbang pihak militer yang pulang dari Congo.
Setelah muncul jenis Congo
itu, muncullah beberapa varian lainnya misalnya jenis Super, jenis PTX
83, jenis PX , jenis 150 GS dan jenis LXV 125 dan sebagainya. Dan seiring
dengan revolusi dibidang disain Vespa, ternyata revolusi selera pun mengalami
perubahan yang signifikan baik di Luar Negeri maupun di Indonesia.
Revolusi selera terhadap
Vespa bagi komunitas pemakai Vespa dan pecinta Vespa negeri orang
dibanding di Indonesia sama-sama mengalami pergeseran yang ekstrim dan
agresif, tapi perbedaannya yang paling menyolok adalah jenis selera yang
berbanding terbalik.
Jika di luar negeri orang
mencari Vespa lama untuk dimodigfikasi menjadi benda yang antik, elegan dan
romantis, di Indonesia justru (sebagian besar) memodifikasinya menjadi jenis
Gembel, Angker, Kolot atau vespa berkarat dan kesannya jorok atau kotor.
Jika di luar negeri orang
mencari Vespa jenis terbaru namun tetap mempertahankan ciri khas Vespa yang
tambun, di negeri kita justru mempretelin ketambunannya. Bahkan sengaja mencari
yang paling jelek, kotor, angker dan kusam. Semakin berkarat akan semakin antik
lah di mata para komunitas Vespa Gembel ini.
Ingin
tampil gaya tapi tidak mengutamakan keselamatan. Vespa terbakar seperti ini pun
masih bisa digunakan untuk gaya
Vespa Gembel sekarang mulai
marak. Ada yang menyebutnya dengan istilah Vespa Gembel, Vespa Sampah ada juga
yang menyebutnya Vespa Anker (Peang) dan ada juga menyebutnya Vespa Primitive,
namun ada juga yang menyebutnya dengan Vespa Antik. Apapun sebutannya
dikalangan komunitas Vespa ini ternyata ada saling silang pendapat tentang
selera Vespa Antik.
Banyak komunitas Vespa
antik di tanah air kita. Ada komunitas yang berorientasi kepada visi primitive,
yakni memiliki Vespa yang gembel bahkan segembel-gembelnya. Semakin gembel sang
Vespa akan semakin tinggi perhatian orang. Sang pemilik akan merasa bangga jika
banyak mata memperhatikan benda “antik: miliknya.
Jumlah komonitas Vespa
Antik di Indonesia sangat banyak, tak kurang dari 261 komunitas yang
tersebar di 33 Provinsi setanah air. Diantara komunitas itu ada yang
berbeda soal definisinya tentang Vespa Antik dan selera seninya terhadap Vespa
antik.
Di antara komunitas yang
dikenal luas antara lain adalah sebagai berikut : Vespa Antique Club
(VAC) Bandung; Jayapura Vespa Club JVC Jayapura; Scooter Enggang Club
(SEC) Pontianak; Roekoen Scooter Maongaoni Club (RCM) Manado, VOG’S Salatiga;
MPC Bengkulu Selatan, SSC Pematang Siantar, PVP Palembang, SSC Surabaya,
AVC-KVC- VRC-ASC dan lainnya (Jakarta); LSC Langsa (Aceh) dan lain
sebagainya.
Bagi penganut selera
naturalis dan eksotis sedikit tidaknya membawa mereka pada nuansa yang lebih
maju dan sesuai dengan selera komunitas pencinta Vespa di luar negeri. Tapi,
apa yang terjadi dengan komunitas Vespa Gembel?
Tidak tahu kita sebetulnya
apa yang ada dalam benak dan perasaan mereka ketika memacu Vespa bututnya di
tengah keramaian kota bahkan saat menuju ke luar kota. Soal penampilan gembel
memang menjadi sesuatu yang sangat tidak kepalang nikmatnya bagi mereka,
tapi apakah mereka paham soal keselamatan? Untuk yang satu ini mungkin tak perlu bagi mereka karena dalam pikiran
mereka, soal keselematan harusnya jadi kewajiban orang lain yang akan
berpapasan atau menyalib mereka, karena -anggapannya- mereka adalah para
gembel yang patut diberi prioritas dan perhatian.
Akibat pemahaman yang
keliru ini, pernah sekali waktu penulis berpapasan dengan pengemudi dan
penumpang vespa gembel yang sedang acer acting dalam perjalan pulang dari
Cianjur menuju Bandung. Sebelum tiba di kota Padalarang (dari Cianjur)
bertemu dengan beberapa Vespa Gembel yang sedang in action.
Vespa yang paling depan
berusaha mengelak lubang dengan sudut tajam dan hentakan yang cepat, akibatnya
dua orang penumpangnya tumpah ke luar dari tempat duduknya dan nyungsep ke
parit di bahu jalan.
Pengemudinya hanya
tertawa-tawa seperti tidak ada masalah menyaksikan teman (penumpangnya) nyungsep
ke parit dan menghentikan kendaraannya dengan tiba-tiba begitu saja. Akibatnya,
beberapa kendaraan lain di belakangnya harus mengerem tiba-tiba juga,
kuatir sekali menyenggol “Harley Davidson” yang satu ini. Jadi perkara
keselamatan jangan tanya, karena yang terpenting bagi mereka adalah gembel dan
cari perhatian.
Bagaimana dengan Polisi
yang melihat fenomena ini? Jangankan bertanya dan menangkap, kelihatannya
Polisi malah buang muka melihat “bongkahan” sampah berjalan ini. Tak ada
gunanya menghabiskan energi kepada kendaraan yang satu ini, kata polisi dalam
hatinya. Mau ditangkap juga mau diletakin kemana? Akan tetapi apa sikap Polisi
jika sikap Vespa Gembel ini memakan korban, entah menabrak kendaraan atau orang
lain atau anggotanya yang jadi korban akibat kelalaian dalam menjaga
keselamatan penumpangnya? Apakah Polisi memaafkan karena disebut gembel?
Tidak
mengutamakan prinsip universal ataukah hanya mengutamakan hak berkreatifitas
saja..?
Yang musti diperhatikan
juga oleh Polisi adalah kelengkapan surat-surat Vespa Gembel ini, bahkan
sewaktu-waktu perlu memeriksa apa isi sesungguhnya Vespa Gembel ini, siapa tahu
ada isi yang mengandung barang-barang yang “terlarang” dari jaringan khusus
yang menggunakan kendaraan ini untuk alat transportasinya. Apa benada terlarang
itu..? Saya tidak berani menyebutkannya, mungkin saja Gas ukuran 3 Kg, Kompor
atau beling dan besi tajam atau apalah selain dari itu..
Jika ada yang berselera
antik tapi tetap memelihara ciri khas Vespa yang romantis dan naturalis,
mengapa harus ada yang kumal, dekil dan primitive seperti itu? Jika itu adalah
seni juga dan selera atau hak masing-masing, mengapa tidak memperhatikan kaidah
berlalu lintas dan terutama sekali adalah menjaga keselamatan penumpangnya dan
orang lain?
Apa jadinya jika pencipta
Vespa pertama dari negeri asalnya (Rinaldo Piagio) melihat Vespanya kini
jtelah dimodivikasi seperti beberapa gambar di atas oleh komunitas
Vespa gembel?
Apakah ada hak istimewa
untuk Vespa Gembel, atau tidak adakah komunitas Vespa lainnya yang sebetulnya
merasa nilai-nilai yang lebih elegan dan akhirnya merasa risih melihat Vespa
kebanggannya dipermak dan diperlakukan sangat tidak berarti..:?
Meskipun
seni itu hak masing-masing orang, tapi di manakah letak nurani dan jalan
berpikir tentang memperlakukan Vespa menjadi Vespa Gembel seperti ini..?
Apakah ini eksresi yang ekstrim ataukah sebuah seni yang patut
diberi hak yang sama?
vespascootercenter.
SUMBER : VESPA SCOOTERCENTER
Komentar